Struktur Produksi
Struktur produksi
adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa
pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang biasanya
ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat
menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional.
Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas
lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor,
yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan
ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari
dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan
struktur produksi dapat terjadi karena :
·
Sifat
manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang
barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
·
Perubahan
teknologi yang terus-menerus, dan
·
Semakin
meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Pendapatan Nasional
Salah satu indikator perekonomian suatu negara yang sangat penting adalah yang disebut dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksim pengeluaran, ataupu pendapatan yang dihasilkan dari semua pelaku / sektor ekonomi dari suatu negara dalam kurun waktu tertentu.
Pendapatan nasional sering dipergunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal :
• Menentukan laju tingkat perkembangan / pertumbuhan perekonomian suatu negara
• Mengukur keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
• Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara dengan negara lainnya
Meskipun demikian tidak semua ahli ekonomi setuju jika hanya pendapatan perkapita saja yang dijadikan ukuran kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara. Adapun kritik tersebut diantaranya :
• Ada faktor-faktor lain di luar pendapatan yang akan berpengaruh pada tingkat kemakmuran dan kesejahteraan
• Kesejahteraan masyarakatan masih serig bersifat subjektif
Beberapa tokoh ekonomi yang memberikan masukan terhadap ukuran-ukuran kemakmuran dan kesejahteraan diantaranya adalah :
1. Dudley Seers, mengemukakan, bahwa paling tidak ada 3 masalah pokok yang perlu diperhatikan dalam mengatur tingkat pembangunan suatu negara. Tiga masalah tersebut adalah :
• Tingkat kemiskinan
• Tingkat pengangguran
• Tingkat ketimpangan di berbagai bidang
2. J.L. Tamban, berpendapat bahwa ada 4 hal sebagai dasar untuk mengukur perekonomian dan kemakmuran Indonesia. Empat hal tersebut adalah :
• Kesehatan dankeamanan
• Pendidikan keahlian dan standar hidup
• Pendapatan
• Pemukiman
3. Hendra Esmara, lebih memilih 3 komponen yang ia anggap perlu diperhatikan dalam rangka mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara yakni :
• Pendudukan dan kesempatan kerja
• Pertumbuhan ekonomi
• Pemerataan dan kesejahteraan masyarakat
Untuk mendapatkan nilai atau indikator tersebut digunakan 3 pendekatan perhitugan, yakni :
• Pendekatan produksi
• Pendekatan pengeluaran
• Pendekatan pendapatan
Sedangkan konsep perhitungan yang dipergunakan adalah :
• Konsep kewarganegaraan, dan
• Konsep kewilayahan.
Menghitungv pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (GDP)
GDP (Gross Domestic Product) atau Produksi Dometik Bruto adalah pendapatan nasional yang nilainya dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakukan oleh semua pelaku / sektor ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu.
Yang perlu diingat dalam perhitungan tersebut, jangan sampai terjadi perhitungan ganda (double counting) yang dapat menyebabkan pendapatan nasional (GDP) Indonesia tampak lebih besar. Salah satu akibatnya adalah seolah-olah negara Indonesia sudah cukup maju dan makmur (terlihat dari GDP yang tampak besar ), sehingga bantuan luar negeri akan diahlikan ke negara yang lebih membutuhkan. Dengan demikian kita akan kehilangan kesempatan mendapatkan tambahan dana pembangunan, sedangkan kita sesungguhnya masih sangat membutuhkannya.
Untuk menghindari kesalahan perhitungan ganda tersebut dapat digunakan salah satu dari dua cara dibawah ini :
1. Pertama GDP dihitung hanya dari nilai akhir dari suatu produk saja, misalnya untuk industri otomotif, hasil akhirnya saja (mobil) yang akan dihitung.
2. Kedua dengan menjumlahkan nilai tambah dari masing-masing komoditi yang di hasilkan masing-masing produsen.
Gross Domestic Product ini diperoleh dengan menggunakan konsep kewilayahan, artinya nilai produksi tersebut diperoleh dari seluruh kegiatan produksi dari semua pelaku ekonomi yang melaksanakan kegiatan produksinya di wilayah Indonesia saja.
Menghitung pendapatan nasional denganv pendekatan pengeluaran (GNP)
GNP (Gross National Product) adalah pendapatan nasional yang nilainya di peroleh dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh semua pelaku / sektor ekonomi di Indonesia, yang berwarga negara Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Cara memperoleh nilai GNP ini sangat berbeda dengan cara memperoleh GDP, jika GDP dibatasi oleh wilayah, maka GNP dibatasi oleh kewarganegaraan, karena konsep yang dipergunakannya adalah konsep kewarganegaraan, artinya nilai pengeluaran tersebut dihitung dari pelaku ekonomi yang berkewarganegaraan Indonesia saja.
Ilustrasi perhitungan adalah :
ü Pengeluaran dari sektor rumah tangga (Untuk Konsumsi ) XXX
ü Pengeluaran dari sektor swasta (untuk investasi) XXX
Pengeluaranü pemerintah (Goverment Expenditure) XXX
Sektor Luar Negeri /ü Ekspor netto (Ekspor – impor ) (XXX) +
Pendapatan nasional (GNP) Indonesia adalah XXX
Menghitung pendapatan nasionalv indonesia dengan pendekatan pendapatan (NI)
NI (National Income) adalah pendapatan nasional yang nilainya di dapat dengan cara menjumlahkan semua hasil / pendapatan yang diperolah semua pelaku / sektor ekonomi dalam kurun waktu tertentu. Nilai NI inilah yang tampaknya oleh kalangan akademisi do notasikan dengan Y.
Ilustrasi sederhana dari perhitungan NI adalah :
Pendapatan dari sektor rumahü tangga berupa gaji / upah XXX
Pendapatan dari sektor swastaü berupa laba XXX
Pendapatan pemerintahü XXX
Pendapatanü sektor luar negeri berupa devisa XXX +
Pendapatan Nasional Indonesia ( NI ) XXX
Agar pendapatan nasiona (GNP) nilainya sama dengan GDP, maka GNP tersebut harus dikurangi terlebih dahulu dengan apa yang disebut dengan ‘pendapatan netto luar negeri dari faktor produksi’. Yang dimaksud dengan pendapatan netto luar negeri terhadap faktor produksi adalah seisih antara penerimaan sumber daya Indonesia yang bekerja di negara lain dengan pengeluaran negara Indonesia untuk orang asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat dasar perhitungan kedua jenis pendapata Pendekatann nasional tersebut diperoleh dengan pendekatan dan konsep perhitungan yang berbeda (kewargann nasional tersebut diperoleh dengan pendekatan dan konsep perhitungan yang berbeda (kewarganegara dan kewilayahan). Dengan demikian jika dituliskan dalam bentuk formula adalah :
• GDP = GNP – Pendapatan netto luar negeri terhadap faktor produksi
• GNP = GNP – (Penerimaan F. Produksi WNI di LN – Penerimaan F. Prod WNA di Indonesia)
Sedangkan untuk menyesuaikan kedua jenis pendapatan nasional tersebut dengan NI, diperlukan formulasi sebagai berikut :
• NI = GDP – Depresiasi – Tx tak langsung, dimana GNP – Depresiasi sendiri sering disebut dengan NNP (Net National Product) atau produksi nasional bersih.
• NI = GDP – Depresiasi – Tx tak langsung, dimana GDP – Depresiasi sendiri sering disebut dengan NDP (Net Domestic Product) atau produksi domestik bersih.
Disamping ketiga istilah pendapatan nasional tersebut (GDP, GNP, dan NI) tersebut, masih ada beberapa istilah yang berkaitan dengan pendapatan nasional, yakni :
Pendapatan NasionalØ Yang Siap Dibelanjakan (Y Disposible)
Yang dimaksud dengan pendapatan nasional (Y) disposible adalah pendapatan nasional yang telah siap untuk di belanjakan. Nilai Y disposible ini berasal berasal dari NI (National Income) setelah di tambah dengan pengeluaran pemerintah berupa tranfer / subsidi dan kemudian dikurangi dengan pajak langsung yang ditetapkan pemerintah. Jika ditulis dalam formula, nilainya diperoleh dari :
Y disposible = NI + Tr – Tx langsung, dimana :
Tr = Goverment Tranfer, subsidi pemerintah
Tx = Pajak langsung
YØ Pribadi
Pendapatan nasional pribadi adalah pendapatan nasional disposible yang telah dikurangi dengan pajak pribadi, di hitung dengan formula :
YP = Yd – Tx pribadi, dimana :
Yp = Pendapatan nasional pribadi
Yd = Pendapatan nasional disposble
Ø Pendapatan Nasional Perkapita
Pendapatan perkapita adalah tahun biasanya digunakan sebagai salah satu indikator akhir dalam melihat kemajuan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pendapatan perkapita ini diperoleh dengan membagi pendapatan nasional (GNP atau GDP) dengan jumlah penduduk disuatu negara (Indonesia).
Distribusi Pendapatan Nasional &
Kemiskinan
Pertumbuhan versus Pemerataan
* Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.
Indikator Distribusi Pendapatan
* Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan)
* Kurva Lorenz
* Koefisien Gini
Distribusi Ukuran
(personal distribution of income)
* Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
Pertumbuhan versus Pemerataan
* Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.
Indikator Distribusi Pendapatan
* Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan)
* Kurva Lorenz
* Koefisien Gini
Distribusi Ukuran
(personal distribution of income)
* Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
* Yang diperhatikan di sini adalah
seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana
sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah
ataupun warisan.
* Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.
* Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.
* Bila si X dan si Y
masing-masing menerima pendapatan yang sama per tahunnya, maka kedua orang
tersebut langsung dimasukkan ke dalam satu kelompok atau satu kategori
penghasilan yang sama, tanpa mempersoalkan bahwa si X memperoleh uangnya dari
membanting tulang selama 15 jam sehari, sedangkan si Y hanya ongkang-ongkang
kaki menunggu bunga harta warisan yang didepositokannya.
* Berdasarkan pendapatan tsb, lalu
dikelompokkan menjadi lima kelompok, biasa disebut kuintil (quintiles) atau
sepuluh kelompok yang disebut desil (decile) sesuai dengan tingkat pendapatan
mereka, kemudian menetapkan proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok.
* Selanjutnya dihitung berapa % dari
pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok, dan bertolak
dari perhitungan ini mereka langsung memperkirakan tingkat pemerataan atau
tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat atau negara yang
bersangkutan.
* Indikator yang memperlihatkan tingkat ketimpangan atau pemerataan distribusi pendapatan diperoleh dari kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 40 persen anggota kelompok bawah (mewakili lapisan penduduk termiskin) dan 20 persen anggota kelompok atas (lapisan penduduk terkaya).
* Indikator yang memperlihatkan tingkat ketimpangan atau pemerataan distribusi pendapatan diperoleh dari kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 40 persen anggota kelompok bawah (mewakili lapisan penduduk termiskin) dan 20 persen anggota kelompok atas (lapisan penduduk terkaya).
* Rasio inilah yang sering dipakai
sebagai ukuran tingkat ketidakmerataan antara dua kelompok ekstrem, yaitu
kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di dalam suatu
negara. Rasio ketidakmerataan dalam contoh di atas adalah 14 dibagi dengan 51,
atau sekitar 1 berbanding 3,7 atau 0,28.
* Peta pendapatan jika total populasi dibagi menjadi sepuluh kelompok (desil) yang masing-masing menguasai pangsa 10 persen pada kolom 4.
* Peta pendapatan jika total populasi dibagi menjadi sepuluh kelompok (desil) yang masing-masing menguasai pangsa 10 persen pada kolom 4.
* 10 persen populasi terbawah (dua
individu atau rumah tangga yang paling miskin) hanya menerima 1,8 persen dari
total pendapatan, sedangkan 10 persen kelompok teratas (dua individu atau rumah
tangga terkaya) menerima 28,5 persen dari pendapatan nasional.
* Bila ingin diketahui berapa yang
diterima oleh 5 persen kelompok teratas, maka jumlah penduduknya harus dibagi
menjadi 20 kelompok yang masing-masing anggotanya sama (masing-masing kelompok
terdiri dari satu individu) dan kemudian dihitung persentase total pendapatan
yang diterima oleh lima kelompok teratas dari pendapatan nasional atau total
pendapatan yang diterima oleh kedua puluh kelompok tersebut.
* Dari Tabel 5-1, kita bisa mengetahui
bahwa pendapatan 5 persen penduduk terkaya (20 individu) menerima 15 persen
dari pendapatan, lebih tinggi dibandingkan dengan total pendapatan dari 40
persen kelompok terendah (40 persen rumah tangga yang paling miskin).
Kurva Lorenz
* Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
* Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya.
* Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.
* Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
* Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
* Persentase pendapatan yang ditunjukkan oleh titik-titik di sepanjang garis diagonal tersebut persis sama dengan persentase penduduk penerimanya terhadap total penduduk.
* Titik A menunjukkan bahwa 10 persen kelompok terbawah (termiskin) dari total penduduk hanya menerima 1,8 persen total pendapatan (pendapatan nasional).
* Titik B menunjukkan bahwa 20 persen kelompok terbawah yang hanya menerima 5 persen dari total pendapatan, demikian seterusnya bagi masing-masing 8 kelompok lainnya. Perhatikanlah bahwa titik tengah, menunjukkan 50 persen penduduk hanya menerima 19,8 persen dari total pendapatan.
* Semakin tinggi derajat ketidakmerataan, kurva Lorenz akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah.
Figur (a):
Distribusi pendapatan yang relatif merata
(ketimpangannya tidak parah).
Figur (b):
Distribusi pendapatan yang relatif tidak merata
(ketimpangannya parah)
Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
* Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
* Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).
* Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.
Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
* Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
* Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).
* Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.
* Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
* Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
* Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
Kurva Lorenz
* Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
* Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya.
* Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.
* Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
* Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
* Persentase pendapatan yang ditunjukkan oleh titik-titik di sepanjang garis diagonal tersebut persis sama dengan persentase penduduk penerimanya terhadap total penduduk.
* Titik A menunjukkan bahwa 10 persen kelompok terbawah (termiskin) dari total penduduk hanya menerima 1,8 persen total pendapatan (pendapatan nasional).
* Titik B menunjukkan bahwa 20 persen kelompok terbawah yang hanya menerima 5 persen dari total pendapatan, demikian seterusnya bagi masing-masing 8 kelompok lainnya. Perhatikanlah bahwa titik tengah, menunjukkan 50 persen penduduk hanya menerima 19,8 persen dari total pendapatan.
* Semakin tinggi derajat ketidakmerataan, kurva Lorenz akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah.
Figur (a):
Distribusi pendapatan yang relatif merata
(ketimpangannya tidak parah).
Figur (b):
Distribusi pendapatan yang relatif tidak merata
(ketimpangannya parah)
Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
* Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
* Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).
* Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.
Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
* Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
* Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).
* Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.
* Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
* Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
* Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar